PROSA SATIR :
" Jangan Kau Tangisi Anak-Anakku "
Jangan tangisi anak- anakku,
Ketika kau lihat ayahmu tengah susah mencari rejeki, karena dari sisi itulah Tuan Kita yang ada di Gunung Keabadian tengah menguji.
Sebab ayahmu bukan tukang puji mahluk sesama, apalagi tukang jilat daging mentah dan juga tukang menadahkan batok kelapa digang sempit dimana orang lain tidak punya jalan lain buatmu menghindari dimana ayahmu berdiri.
Jangan kau tangisi anak - anakku, bila kau lihat ayahmu mengenakan pakaian kebesaran yang compang camping,
Sebab memang ayahmu tidak punya stok untuk berganti ganti seperti para selebriti. Dan mereka yang sok sok politikus tapi otak kosong, tak punya hati bahkan rela menggadaikan diri.
Ayah juga malu pada sang pemilik gunung keabadian tatkala harus merubah penampilan hanya karena ingin berhadapan dengan mahluk yang masih berwujud manusia.
Tangisilah ayahmu duhai anak-anakku..
Tatkala kau saksikan ayahmu telah teronggok sebagai bangkai hidup yang dilelang dikerumunan banyak orang..
Tangisilah ayahmu duhai anak-anakku.
Tatkala ayahmu sudah menjadi tukang "acak-acak tahi" di hadapan pejabat dan Tuhan..
Tangisilah ayahmu, tatkala setanpun telah benci dengan kelakuan ayahmu...
Dan,
Tangisilah ketika ocehan ayahmu sudah tidak didengar lagi,
Ketika melihat ayahmu orang menunduk,
Ketika ayahmu ikut berkumpul orang orang beranjak pergi...
Karena itu adalah "tanda-tanda zaman" anak-anakku...
Dan,
Ingat anak-anaku
Kehormatan itu suci
Manusia adalah manusia
Jangan menyerupai Tuhan
Kesombongan adalah pakaian setan
Jika kau ingin berharga :
Jaga loyalitas dan kesetiaan
Jaga harga diri dan kehormatan
Hiduplah sederhana dan apa adanya.
Peganglah komitmen yang telah kau buat
Bergaullah dengan siapapun, sebab tak ada manusia sampah kecuali mereka yang rela melacurkan diri demi perut dan penampilan.
Ingat anak-anakku
Kebenaran yang hakiki adalah berdiri dijalan Tuhan...
Pendopo, 29 juli 2015
Sanggar Seni Budaya Sudung Santri
Ayahmu,
Alm.Pemuda Santri
Redaksi
BERITAPALI