Sabtu, 25 Juni 2016

Ketua PWI : "Sudah Saatnya PALI Berbenah Diri"

Nurul Fallah SH, Ketua PWI PALI

Pendopo, BeritaPALI -- Dalam proses perjalanan Kabupaten PALI yang sudah mendekati usia empat tahun, dan sudah terlepas dari beban psikologis atas kegagalan sebuah kabupaten pemekaran, dengan telah usai Pilkada dan terbentuknya perangkat yang diamanahkan UU Nomor 7 Tahun 2013, yakni terbentuknya aparatur pemerintah, Legislatif dan Bupati Definitif, Ketua PWI Kabupaten PALI; Nurul Fallah SH menegaskan bahwa sudah saatnya PALI berbenah diri.

"Kalau selama ini proses pembentukan masih banyak terdapat kerancuan dalam berbagai bidang, baik itu pelaksanaan penerintahan, pembangunan dan seluruh aktifitas yang berkenaan dengan pemerintah kabupaten PALI, maka disinilah letaknya yang saya maksud harus mulai berbenah diri. Misalnya dalam bidang pemerintahan kami menyarankan, Bupati memberikan kesempatan atau menempatkan para pembantunya, Pejabat esselon II, III dan IV, tempatkan kereka pada tupoksinya, sebab kata orang bijak kalau ingin maju segala sesuatu itu serahkan pada ahlinya," ungkap Nurul, Sabtu (25/6) di Sekretariat PWI PALI.

Ditambahkan oleh Nurul, menyitir hadits Rasulullah, apabila seorang pemimpin menyerahkan tugas atau pekerjaan kepada orang yang bukan ahli (tupoksinya), maka kata Rasulullah, tunggu saja kehancurannya.

"Sebagai misal kepala SKPD yang berkaitan dengan urusan masyarakat atau publik secara langsung seperti Kepala Dinas Perhubungan dan Kepala Satuan Polisi Pamong Praja, salah satu barometernya harus sudah lulus PPNS.  Bukan hanya karena pejabat yang sudah lulus itu boleh memegang senjata dan berhak melakukan penangkapan atau penyidikan sebagaimana Polisi atau Jaksa, tetapi yang utama adalah mereka telah melalui pendidikan ala militer, guna penegakkan kedisiplinan yang implementasinya baik kepada bawahan maupun disiplin diri pribadinya telah teruji," lanjutnya.

"Hal lain, Bupati dalam hal pembangunan terbebani oleh janji-janji politik menjelang Pildaka dulu. Hal itu sangat diperhatikan oleh lawan politik, terutama oleh pendukung dirinya. Bisa jadi karena kebijakan yang tidak populer atau perubahan sikap dari figur seorang Bupati akan mejurunkan popularitas dan dukungannya di mata masyarakat," papar Pimred BeritaPALI ini.

Berkenaan dengan masalah Uji Kompetensi TKS yang dilaksanakan beberapa waktu lalu, menurut Nurul langkah pemerintah ini sudah benar. Karena disamping untuk balance belanja pegawai dan belanja pembangunan, paling tidak bargaining position belanja pembangunan minimal 60% dan belanja pegawai naksimal 40%.

"Bahkan untuk posisi sebuah kqbupaten pemekaran, idealnya adalah 70:30 agar APBD Pali tidak terbebani," jelasnya.

Disamping itu ungkap Nurul, pemerintah sudah selayaknya mempekerjakan orang-orang yang profesional, berprestasi serta mempunyai etos dan disiplin kerja yang baik, jika itu memang tujuan dari uji kompetensi itu sendiri.

"Namun yang kami sayangkan, pelaksanaan UK tersebut tidak memiliki barometer dan aturan yang jelas, termasuk mengenai syarat dan ketentuan, misalnya syarat pendidikan, umur dan masa kerja. Dan tidak juga dijelaskan dari 6300 TKS, berapa tenaga yang akan diserap. Meskipun ada surat edaran dari Sekretaris Daerah tentang syarat dan ketentuan bahwa minimal pendidikan adalah SLTA dan masa kerja per Januari 2016, serta video rekaman yang kami dapat dari wartawan BeritaPALI, bahwa syarat umur merujuk pada UU ASN yakni maskimal 35 tahun, yang kenyataannya seperti temuan kami sebagai tim pemantau UK TKS beberapa waktu lalu, syarat dan ketentuan itu sama sekali tidak berlaku meski hal ini sudah kami pertanyakan kepada Kepala BKD PALI. Namun terlepas dari semua itu, deni untuk kebaikan dan perbaikan PALI kedepan, kita harus tetap berkhusnudzon kepada para pemimpin kita ini," papar Nurul.

Selain itu Nurul berharap, setelah dinyatakan berkompeten, para TKS tersebut didekatkan kepada peraturan perundang-undangan tentang Perekrutan Pegawai Pemerintah (K2). Karena menurunya, tujuannya akan lebih manusiawi, bila para pekerja yang sudah dinyatakan kompeten dan profesional mendapatkan upah yang lebuh layak, minimal dengan standar UMK, UMR ataupun UMP.

Sedangkan mengenai pemekaran desa yang pada 2015 ada 10 desa persiapan dan 2016 ada 12 desa persiapan, Nurul memandang positif hal itu. Karena menurutnya memang perlu dilakukan guna pengembangan kawasan daerah dan secara polits dalam rangka menguatkan anggaran daerah.

"Hanya saja, resikonya pemerintah harus berjibaku memperjuangkan nasib desa persiapan tersebut di Pemerintah Pusat, baik itu di Kementrian Dalam Negeri, Kementrian Keuangan dan pihak terkait lainnya. Karena selama belum adanya restu dari Pusat, maka desa-desa tersebut menjadi beban APBD PALI," pungkas Nurul.[az]

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Komentar via Facebook